Simeulue adalah nama sebuah pulau di Provinsi Nangro Aceh Durussalam (NAD). Pulau ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Dan merupakan gugusan pulau terakhir yang cukup besar dari gugusan pulau-pulau di Barat Pulau Sumatera.
Ada yang menarik dari pulau ini, ternyata pulau ini tidak terletak di lempeng Asia, pulau ini justru terletak di lempeng Australia। Hal ini dapat dibuktikan ketika gempa besar terjadi di daerah ini akibat patahan yang terjadi disekitar pulau ini। Gempa tersebut menghasilkan gelombang Tsunami yang sangat besar. Dan hasilnya antara lain Pulau ini terangkat cukup tinggi sementara pulau Sumatera justru terbenam.
Ada yang menarik dari pulau ini. Meskipun pulau ini tidak terlalu besar, namun di pulau ini terdapat lebih dari lima bahasa dasar yang tidak mengacu pada bahasa-bahasa besar bseperti Bahasa Padang atau Bahasa Batak ataupun bahasa Aceh. Maka dengan terangkatnya pulau ini secara harfiah, maka perlu kita cermati bahwa pulau ini juga merupakan cermin dari bangsa Indonesia yang besar ini.
Pada awalnya terdapat lima bano yang masing-masing dikepalai kepala suku. Kelima bano itu adalah :
- Teupah (Sinabang)
- Simeulue (kampung Aie)
- Salang (Nasrehe)
- Lekon (Lekon)
- Sigulai (Lamamek)
Kelima bano ini kemudian menjadi kerajaan kecil dengan bahasanya masing-masing.
Masuknya Islam
Pada awalnya penduduk asli seperti juga kebanyakan penduduk Indonesia menganut animisme. daerah Kampung Aie dikuasai oleh kepala suku yang disebut sebagai sosong bulu. Dinamai demikian karena bulu tangannya berlawanan dengan bulu tangan kebanyakan orang Raja kecil ini terkenal kurang bijak dalam banyak hal. Banyak wanita yang dikawini dulu baru boleh dikawini orang lain. Dan banyak juga yang kemudian di jual ke Sumatera. Khabar ini terdengar sampai Kesultanan Aceh yang saat itu dipimpin Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Maka ketika Tgk Diujung yang berangkat dari Padang hendak berangkat haji dan mampir ke Sultan Iskandar Muda, Sultan memandang bahwa Tgk Diujung ini punya sesuatu untuk meng’islam’kan Pulau Simeulue. Maka di utuslah Tgk Diujung berangkat ke Pulau tersebut.
Tgk Diujung berangkat ke pulau ditemani oleh seorang putri yang selalu menangis jika mengingat kejadian di daerahnya dimana banyak wanita dijual oleh raja didaerahnya. Dan Putri ini juga mempunyai sifat ‘PEMALU” maka dinamailah Si Putri Malu atau ‘Simeulue’
Berbulan-bulan dicarinya Sosong Bulu di kepulaunan ini, dari kampung ke kampung mengingat kerajaan dimaksud adalah tempat dimana matahari terbenam. Maka suatu saat bertemulah Tgk Diujung dengan Sosong Bulu serta disampaikan maksud kedatangannya.
Maka terjadilah adu kekuatan antara Sosong Bulu dan Tgk Diujung. Pertama Sosong Bulu mengatakan jika benar kau punya Tuhan yang bisa menolongmu maka datanglah ke pondokku nati malam jam 1. Dan siang itu Tgk diujung ditinggalkannya tanpa diberi tahu dimana sebenarnya rumah Sosong Bulu.
Dari magrib hingga malam Tgk Diujung mohon petunjuk agar diberi tahu dimana gerangan pondok Sosong Bulu. maka datanglah petunjuk itu berupa kunang-kunang yang hilir mudik. Ketika diikuti arah kunang-kunang itu maka tepat jam 1 malam tibalah Tgk Diujung di pondok Sosong Bulu.
Pun demikian Sosong Bulu belum juga menyerah, dia menantang lagi keesokkannya untuk membawa batu besar ke laut. Kali inipun permintaan dilayani dan dimenangkan oleh Tgk Diujung.
Pertempuran ketiga pun diadakan yakni menanak nasi dalam air dimana diberi tanda dengan potongan tebu। Barang siapa tebu muncul di muka air itu menandakan bahwa nasi telah masak. Pada pertempuran kali inipun pertandingan tetap dimenangkan oleh Tgk Diujung. Maka mulailah penduduk berpaling pada Tgk Diujung. Penduduk mulai tidak percaya pada Sosong Bulu yang berkelakuan kurang bijak. (http://rachmad.kuyasipil.net/?page_id=१०८)
0 komentar:
Posting Komentar